JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mendorong revitalisasi Badan Urusan Logistik (Bulog) terkait
melonjaknya harga kedelai dari sekitar Rp 5.500 per kilogram menjadi Rp
7.750 per kilogram. Kepala Negara meminta pemerintah mengembalikan
fungsi Bulog seperti tujuan awal pendiriannya, yakni stabilisasi harga.
"Bulog
harus menjaga stabilitasi harga komoditas, termasuk beras, kedelai,
jagung," kata Presiden ketika membuka Sidang Kabinet Paripurna di Kantor
Presiden, Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Selain revitalisasi Bulog,
Presiden mengatakan, pemerintah terus mematangkan solusi jangka pendek,
menengah, dan panjang untuk mengatasi kelangkaan tahu dan tempe di
pasaran. Di antara solusi tersebut, Kepala Negara menyebut upaya
peningkatan produktivitas kedelai.
Peningkatan produksi dipandang
penting. Setiap tahun, Indonesia mengonsumsi sekitar 2,2 juta ton
kedelai, sementara produksi dalam negeri hanya 800.00-850.000 ton
kedelai. Pada masa mendatang, jumlah konsumsi kedelai di Indonesia
diperkirakan meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Rendahnya
produksi kedelai dalam negeri disebabkan, antara lain, petani memilih
menanam komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi,
seperti padi. Kepala Negara dapat memahami langkah petani yang lebih
memilih menanam tanaman yang bernilai ekonomis lebih tinggi tersebut.
Sebelumnya,
terkait kelangkaan kedelai, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta
Rajasa mengatakan, pemerintah akan memfasilitasi impor kedelai dan
membebaskan bea masuk sebesar 5 persen. Saat ini, perajin tahu dan tempe
masih melakukan mogok produksi sebagai bentuk penyampaian aspirasi
terkait melambungnya harga kedelai di pasaran.
Perajin tahu dan
tempe berharap pemerintah mengetahui bahwa selama ini usaha mereka
berjalan kembang kempis dengan hasil yang tidak sebanding dengan usaha
yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar